Artikel
Beranda / Artikel / Berusaha Menuju Versi Terbaik

Berusaha Menuju Versi Terbaik

Asrama Santri Wahdah Islamiyah

Berusaha Menuju Versi Terbaik

Oleh: Luqman (Siswa Kelas XI SMA Al-Qur’an Wahdah Islamiyah)

Namaku Luqman.

Enggak ada yang terlalu istimewa dariku. Aku hanya anak SMA biasa yang tinggal di Bandung, tapi sekarang mondok di Pesantren Tahfizh/Sekolah Al-Qur’an Wahdah Islamiyah (SQ Wahdah) Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Hidupku serasa bolak-balik antara dua dunia: dunia pondok—dengan jadwal hafalan yang padat, suasana yang disiplin, dan rutinitas ibadah—dan dunia rumah—yang hangat, tenang, penuh tawa keluarga, dan makanan favorit.

Aku adalah seorang penghafal Al-Qur’an. 30 juz. Dan jujur, itu enggak semudah kelihatannya. Banyak orang mungkin kagum saat mendengar “Hafidz 30 juz”, tapi tidak banyak yang tahu betapa beratnya menjaga hafalan sebanyak itu seumur hidup. Kadang hafalan mulai pudar, kadang hati sedang tidak stabil, atau rasa malas tiba-tiba datang. Menjaga hafalan bukan cuma soal mengulang, tapi juga soal menjaga hati, pikiran, dan rutinitas. Berat? Iya. Tapi justru di situ aku belajar banyak hal—tentang kesabaran, konsistensi, dan perjuangan yang enggak semua orang lihat.

7 Alasan Kuat Pentingnya Orang Tua Mengawal Anak dalam Bermain Permainan dan Menonton YouTube dan Media Sosial Lainnya

Hal yang paling aku tunggu-tunggu selama mondok?

Jawabannya sederhana: pulang. Kembali ke Bandung. Duduk bersama orang tua, ngobrol santai, jalan-jalan, makan masakan rumah yang selalu bikin rindu. Aku punya keluarga yang luar biasa—dua orang tua yang tidak pernah lelah mendukung dan mendoakan, dan satu kakak laki-laki yang sedang menuntut ilmu di Jogja. Walaupun kami jarang bersama, rasa saling mendukung itu selalu terasa kuat.

Tentang kepribadianku, aku bukan tipe orang yang suka banyak bicara. Cenderung pendiam. Aku lebih nyaman mengamati daripada tampil. Lebih senang berada di balik layar daripada di atas panggung. Tapi bukan berarti aku kosong. Justru karena sering diam, aku jadi banyak berpikir. Ada banyak hal yang tidak bisa aku sampaikan lewat kata lisan, tapi bisa aku tuangkan lewat tulisan.

Menulis adalah tempat paling jujur untukku mengekspresikan diri.

Selain menulis, aku suka membaca—dari buku-buku agama sampai novel fiksi. Aku juga suka menggambar, mendengarkan ceramah, atau kisah-kisah sejarah. Kadang aku futsal untuk melepas penat, walaupun enggak terlalu jago.

Pengenalan Ekstrakurikuler di SMP dan SMA Al-Qur’an Wahdah Islamiyah Cibinong: Wahdah Wadah Bakat dan Prestasi

Aku punya mimpi. Tidak hanya satu. Aku ingin menjadi penulis buku—yang tulisannya bisa menyentuh orang lain dan memberi manfaat. Aku juga ingin menjadi pengusaha, agar bisa mandiri dan berdampak bagi banyak orang. Dan yang tidak kalah penting, aku ingin berdakwah—lewat tulisan, cerita, pengalaman, atau sekadar renungan kecil. Bukan dengan gaya yang menggurui, tapi dengan cara yang menyentuh dan jujur.

Tapi aku juga manusia biasa. Pernah jatuh. Pernah gagal. Pernah merasa tidak cukup.

Di zaman yang serba cepat dan bebas ini, godaan datang setiap hari. Kadang aku kalah. Kadang terbawa arus. Tapi aku selalu berusaha kembali. Tidak selalu kuat, tidak selalu cepat, tapi aku tidak ingin berhenti.

Aku sadar, proses menuju versi terbaik dari diri sendiri itu panjang. Tidak semua orang memahami prosesnya. Tapi selama aku masih tahu kenapa aku mulai, dan yakin Allah selalu tahu apa yang hamba-Nya perjuangkan diam-diam, aku percaya… aku bisa terus berjalan. Meski pelan.

Majlis Tadabbur Al-Qur’an (MataQu) “One Day, One Page” : Menanamkan Cinta Membaca pada Generasi Qur’ani

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan