sqwahdah.sch.id-Menghafal Al-Qur’an 30 juz bukanlah perkara mudah. Umumnya, para santri yang menjalani pendidikan di sekolah formal membutuhkan waktu sekitar dua tahun atau lebih untuk menuntaskannya. Namun, Muhammad Ansarullah, alumni Pondok Pesantren Tahfidz SMA Al-Qur’an Wahdah Islamiyah Cibinong, Bogor, berhasil menuntaskan hafalan 30 juz dalam waktu hanya 1 tahun 9 bulan 10 hari—lebih cepat dari rata-rata!
Pria yang akrab disapa Ansor ini lahir di Jakarta Utara dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana: sang ayah bekerja sebagai pengemudi ojek online, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Walau hidup dalam keterbatasan, semangat Ansor dalam belajar tak pernah surut, dan cita-citanya pun tinggi.
Inspirasi untuk menjadi hafidz datang saat ia menonton program “Hafidz Qur’an Cilik” di televisi. “Saya kagum melihat anak-anak kecil bisa menghafal Al-Qur’an dengan fasih. Sejak saat itu saya bercita-cita menjadi penghafal Al-Qur’an agar bisa menghadiahkan mahkota kemuliaan untuk kedua orang tua saya di akhirat,” ungkap remaja yang juga menyukai seni nasyid ini.
Usai lulus SD, Ansor melanjutkan pendidikan ke sebuah pondok pesantren di Jawa Tengah. Namun, saat duduk di kelas 2 SMA, ia harus pindah pesantren karena kendala biaya. Takdir membawanya ke Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur’an SMA Wahdah Islamiyah Cibinong, Bogor, yang menjadi titik balik penting dalam perjalanan hafalannya.
Meski sempat merasa kewalahan dengan program hafalan yang lebih ketat, Ansor tak menyerah. “Saya sempat menangis ketika menghafal surat An-Nazi’at di Juz 30 karena sulit sekali mengingat ayat-ayatnya,” kenangnya.
Namun, justru dari titik itulah semangatnya terpacu. Ia memanfaatkan waktu seefisien mungkin—menghafal sejak ba’da Subuh hingga pukul 9 pagi setiap hari. Ketekunan dan kedisiplinannya membuahkan hasil luar biasa: tuntas 30 juz hanya dalam waktu 1 tahun 9 bulan 10 hari—lebih cepat dari rata-rata siswa tahfidz di sekolah formal!
Pada 10 April 2020, Ansor resmi menyandang gelar hafidz Al-Qur’an. Ia pun menjadi inspirasi bagi banyak teman dan adik kelasnya.
Kini, Ansor melanjutkan studinya di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Persis Jakarta, memperdalam ilmu agama dan terus memelihara hafalannya. Ia juga bercita-cita menjadi pendidik dan pembina tahfidz yang dapat menginspirasi generasi muda lainnya.
“Kalau merasa kesulitan saat menghafal, jangan putus asa. Justru dalam setiap pengulangan ayat itu ada pahala besar yang Allah siapkan,” pesannya.
Kisah Ansor menunjukkan bahwa dengan niat tulus, manajemen waktu yang baik, dan semangat pantang menyerah, hafalan Al-Qur’an bisa diselesaikan lebih cepat dari yang dibayangkan—bahkan oleh seorang siswa dari keluarga sederhana.
Komentar